Iman dan Perbuatan

Posted by CapungLaut 22.42, under | No comments

Persoalan iman dan perbuatan menjadi diskusi panjang yang berputar-putar.
Satu pihak percaya bahwa di samping iman, perbuatan sangat penting untuk keselamatan. Di pihak lain menolak keselamatan atau pembenaran juga tergantung perbuatan seseorang, bagi mereka iman saja sudah cukup, tidak perlu iman plus.
Atau ada yang bertanya-tanya jika memang iman saja sudah menyelamatkan seseorang, adakah kriteria tertentu atas iman yang menyelamatkan tersebut? Atau asal hanya percaya saja bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamatnya?

Ibrani pasal 11 sangat menarik untuk disimak bersama terutama berkaitan dengan hubungan iman dan perbuatan. Ayat 1 menjadi definisi dasar sebuah iman.

Ibrani 11:1 Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.

Bahasa asli yang dipakai untuk kata ‘bukti’ adalah πραγμάτων (pragmaton) dalam bentuk jamak, yang dapat berarti perbuatan2, kejadian2 atau kenyataan2. Bagi penulis surat Ibrani, maka iman akan menjadikan hal-hal yang tak terlihat (abstrak) menjadi nyata dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang seperti telah ia daftarkan di sepanjang perikop  ini.

Untuk menerangkan hal tersebut, penulis surat Ibrani menggunakan pola:
 Karena iman ... maka seseorang berbuat sesuatu.

(ay. 4) Karena iman ...        Habel         mempersembahkan
(ay. 5) Karena iman ...           Henokh   terangkat
 (ay. 7) Karena iman ...           Nuh        taat mempersiapkan bahtera
dst.

Ibrani 11:2 kemudian menjelaskan bahwa oleh karena kesaksian pragmaton tadi maka bapa-bapa leluhur memperoleh perkenanan, seperti yang tertulis “ ἐν ταύτῃ γὰρ ἐμαρτυρήθησαν οἱ πρεσβύτεροι.” (sebab dalam hal-hal itulah (pragmaton), bapa-bapa leluhur(Habel, Henokh, Nuh, dll) telah memperoleh kesaksian/memperoleh perkenanan).
Dalam pandangan penulis Ibrani, ada hal2 abstrak yang tak terlihat yang dapat diwujudkan atau dijadikan terlihat dalam bentuk tindakan2 yang muncul karena iman.

Rasul Yakubus cukup keras berbicara mengenai kaitan iman dan perbuatan yang ia kaitkan dengan keselamatan.

Yakubus 2:14 Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?
Kemudian ayat 17:
Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.
Dilanjutkan ayat 20:
Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong?

Ayat 14 merupakan kalimat tanya retoris yang jawabannya sudah mutlak sama-sama diketahui oleh penulis dan pembaca saat itu, yaitu ‘tidak mungkin iman tanpa perbuatan dapat menyelamatkan orang’. Oleh karena itu kalimat jawaban itu tidak ditulis oleh rasul Yakubus.
Alasan dari jawaban tersebut kemudian dijelaskan oleh rasul Yakubus bahwa iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati (νεκρά). Hal ini diulangi untuk yang kedua kali di ayat 17. Dalam pengertian orang Yunani saat itu, mati adalah hilangnya eksistensi sesuatu. Dari ada menjadi tidak ada. Oleh karena itu ayat 20 “ ἡ πίστις χωρὶς τῶν ἔργων νεκρά ἐστιν;” kata νεκρά diterjemahkan menjadi ‘kosong’. Kosong adalah tidak ada – doesn’t exist at all-
Dalam salinan yang lain kata νεκρά tidak ada tetapi diganti kata ἀργή yang dapat berarti ‘tidak berguna sama sekali’.
Memang sesuatu hal yang tidak berguna sama dengan hal yang tidak ada. Jadi apa pun kata yang dipakai dalam  teks asli, entah kah νεκρά atau ἀργή, prinsip kebenaran yang ditekankan tetap sama bahwa iman tanpa perbuatan adalah pada hakekatnya ia tidak memiliki iman sama sekali sehingga iman tanpa perbuatan tidak berguna sama sekali bagi keselamatan seseorang.

Rasul Yohanes mengaitkan iman dan perbuatan dengan hukum kasih. Bagi dia mengasihi Allah adalah hal yang abstrak seperti iman, maka hal abstrak itu membutuhkan perwujudan atau bentuk, yaitu mengasihi sesama.

1Yoh. 4:20 Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. 21 Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya.

Apa yang dia ungkap adalah perwujudan hukum Kasih yang diajarkan Yesus dalam  Matius 22:37-39
Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.

Hukum mengasihi Allah adalah abstrak, oleh karena itu hukum kedua menjadi perwujudan atas hukum pertama yang abstrak tadi.

Kedua hal di atas, baik iman dan perbuatan maupun  kasih kepada Allah dan kasih kepada manusia menjadi sebuah bentuk paralel, bahwa mengasihi Allah adalah iman dan mengasihi manusia adalah perbuatan2 iman. Kedua hal itu adalah satu mata uang dengan dua sisi, kedua sisi harus ada agar mata uang itu menjadi berharga. Jika mata uang itu hanya memiliki satu sisi saja, entahkah iman saja atau perbuatan saja, maka mata uang itu tidak ada gunanya sama sekali.









Dicintai TUHAN

Posted by Unknown 01.49, under | No comments



Tidak ada allah lain yang pernah mengutarakan cinta kepada umat-nya seperti TUHAN, Allah Israel. Sering disebut juga Allah Ibrahim, Ishak, dan Yakub.

Keluaran.20:3-5
3 Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. 4 Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi.
5 Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu.”

TUHAN memakai bahasa cinta ketika berbicara dengan Israel, umat-Nya. Ia menggunakan kata CEMBURU yang jelas-jelas adalah bahasa cinta.
Sebetulnya Ia bisa saja memilih kata WIBAWA dari pada kata Cemburu, sehingga kalimat di atas menjadi “sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang BERWIBAWA.”
Atau Ia bisa juga memilih kata TEGAS, sehingga kalimat di atas menjadi “sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang TEGAS.”
Tetapi Ia telah memilih kata Cemburu untuk menggambarkan Cinta-Nya kepada umat-Nya.

Barangkali agar lebih jelas bahwa ini adalah bahasa cinta dari TUHAN, Allah Israel, bagi umat-Nya, Keluaran20:3-5 akan saya terapkan kepada isteri saya, sehingga kira2 saya akan berkata seperti ini kpd isteri:

“Jangan ada padamu pria lain di hadapan-ku. Jangan membuat bagimu pujaan yang menyerupai apapun baik menyerupai boy band Korea di timur, atau menyerupai aktor Hollywood di barat, atau menyerupai Aliando artis lokal.
Jangan jatuhcinta kepadanya atau berselingkuh dengannya, sebab Aku, ARMAN, suamimu, adalah suami yang cemburu.”

Jadi…., bersyukurlah karena TUHAN mencintaimu sedemikian kuat!

GBU

Rut

Posted by Unknown 16.48, under ,, | No comments



Latar belakang Rut
Rut adalah seorang perempuan Moab yang diperistri oleh Mahlon, seorang dari suku Yehuda yang merantau ke daerah Moab. Berapa usia pernikahan pasangan ini tidak dijelaskan oleh penulis kitab ini. Namun yang jelas usia pernikahan mereka tidak lebih dari sepuluh tahun. Namun waktu yang tidak begitu lama itu cukup untuk membuat Rut mengenal dan percaya kepada Yahweh, Allah Israel. Pada saat itu bangsa Moab menyembah dewa Kemos yang disembah orang Moab melalui ritual liar dengan mengorbankan manusia.[1]
Nama Rut bukan nama Ibrani sehingga arti nama itu tidak dapat dipastikan. Tetapi dari susunan huruf yang membentuknya, Rut dapat berarti sahabat perempuan.[2]
Entah apa yang menjadi penyebabnya, keluarga ini kehilangan suami-suami mereka. Lalu mengapa Rut bersedia mengikuti Naomi pergi ke tempat yang belum pernah ia kenal sebelumnya? Mengapa ia mempertaruhkan masa depannya di tanah kelahirannya dan malah pergi mengikuti Naomi?

Keputusan Iman
Ketika Naomi berniat untuk kembali ke Betlehem di tanah Yehuda, Rut bersikeras untuk mengikuti kemana Naomi pergi. Sesungguhnya keputusan Rut ini cukup berani mengingat begitu besar hal yang dipertaruhkan Rut jika ia mengikuti Naomi.
Pertama, Rut harus meninggalkan semua yang dahulu dikasihinya, yaitu ibu dan keluarganya, bangsanya dan Kemos - tuhan sesembahan bangsanya.
Kedua, keputusannya untuk mengikuti Naomi adalah keputusan yang tidak masuk akal. Naomi adalah janda yang sudah jatuh miskin. Secara nalar tidak ada harapan masa depan apapun jika Rut mengikuti janda miskin seperti Naomi.
Ketiga, dengan meninggalkan ibu dan keluarganya, Rut kehilangan jaminan kepastian untuk memperoleh suami lagi. Bersama Naomi, Rut tidak melihat kemungkinan untuk bersuami lagi mengingat Naomi sudah tua dan tidak memiliki anak lelaki lagi. Tetapi dengan tetap tinggal di Moab di tengah-tengah keluarganya sebenarnya Rut ada harapan besar untuk memiliki suami lagi, meskipun suami yang akan diperolehnya nanti tentu saja adalah seorang pria bangsa Moab penyembah Kemos. Agaknya Rut tidak ingin menikah dengan seorang penyembah Kemos.
Keempat, perjalanan dari Moab ke Betlehem bukan suatu perjalanan yang mudah bagi dua orang perempuan. Pada masa itu (masa Hakim-hakim) sedang terjadi kemorosotan moral manusia, sangat mudah seseorang berbuat jahat terhadap mereka di tengah jalan. Apalagi perjalanan tersebut menempuh jarak lebih dari 80 km.
Kelima, Betlehem adalah daerah yang sebelumnya tidak dikenal Rut. Diperlukan iman yang cukup besar untuk pergi dengan ketetapan hati ke daerah yang tidak diketahuinya sebelumnya (Rut 2: 11). Iman semacam ini mengingatkan penulis kepada iman Abraham ketika ia dipanggil TUHAN ke tanah yang akan ditunjukan TUHAN.

Setia kepada Keputusan Iman walaupun ujian iman datang bertubi-tubi
Kehilangan suami adalah ujian pertama Rut bagi keputusannya untuk menyembah Yahweh, Allah Israel. Kemudian perjalanan Rut dan Naomi dari Moab ke Betlehem yang sangat jauh dan beresiko tinggi menjadi ujian kedua bagi kesetian Rut terhadap keputusan imannya itu. Seandainya iman Rut tidak kuat tentu ia sudah memilih kembali ke rumah ibunya seperti Orpa. Namun Rut tetap bertahan pada imannya sampai akhirnya mereka berdua tiba dengan selamat di Betlehem.
Sesampainya mereka di Betlehem, sambutan yang mereka terima bukan sambutan hangat penuh sukacita dari penduduk Betlehem, namun sambutan keprihatinan dari penduduk Betlehem. Bukan kata-kata membangun atau sukacita yang mewarnai sambutan kepulangan mereka, tetapi kata-kata “Mara”, “yang pahit”, “tangan yang kosong”, “TUHAN menentang aku”, dan “malapetaka” yang mewarnai kepulangan mereka. (Rut 1:20-21). Semua ini menjadi pukulan ketiga bagi keputusan iman Rut.
Setelah itu Rut harus menghadapi kenyataan bahwa untuk sekedar menyambung hidup mereka, ia harus bekerja mengais sisa-sisa panen yang tertinggal. Pekerjaan itu lebih rendah dari pekerjaan hamba[3]. Tetapi Rut melakukannya dengan rajin dan tanpa keluhan walaupun sampai sejauh ini keputusan iman Rut tidak membawa Rut kepada keadaan yang lebih baik.

Upah Iman
Kesetiaan Rut terhadap imannya menghasilkan upah besar. Upah ini meliputi upah jasmani dan upah rohani.
Semenjak bertemu dengan Boas, Rut menerima kemurahan dan perlindungan dari Boas. Sehingga Rut tidak diganggu oleh pekerja laki-laki. Rut juga mampu menghidupi Naomi dari kemurahan Boas terhadapnya.
Namun upah yang paling membahagiakan Rut tentu saja adalah kesanggupan Boas untuk menebus ia dan Naomi. Semenjak itu Rut dan Naomi tidak perlu lagi mengais sisa-sisa panen di ladang Boas. Ia sekarang adalah Nyonya tanah, bukan hamba lagi.
Secara rohani, Rut juga memperoleh upahnya. Nama Rut, disebut-disebut di dalam Alkitab sebagai salah satu pahlawan iman. Ia juga memperoleh anugerah rohani menjadi nenek moyang Raja Israel, yaitu Raja Daud. Dari Raja Daud ini kemudian janji Mesianik diteruskan. Di dalam Matius 9:27 Yesus disebut juga Anak Daud.

Aplikasi
Rut memberi pelajaran iman kepada penulis bagaimana memiliki iman kepada Tuhan dengan sepenuh hati. Ada harga yang harus dipertaruhkan berkaitan dengan iman kepada Tuhan.
Penulis juga belajar untuk tetap setia dan sabar meskipun keputusan iman tidak segera mendatangkan hal-hal baik dalam hidup penulis. Bahkan keputusan iman itu seakan-akan justru mendatangkan kesusahan bertubi-tubi dan cukup lama seperti yang terjadi terhadap Rut.
Tetapi penulis juga diteguhkan oleh kitab Rut ini, bahwa Tuhan adalah Allah yang memperhatikan (1:6), mengaruniakan dan memberi perlindungan (1:9), menyertai (2:4), memberi upah (2:12), memberkati (3:10) dan rela menolong (4:14).
Penulis diteguhkan oleh kitab Rut bahwa kesetiaan terhadap Allah tidak akan sia-sia. Allah telah menyediakan upah besar bagi orang yang setia kepadaNya, baik upah jasmani maupun rohani. Amin












KEPUSTAKAAN

Albright, William F. Yahweh and the Gods of Canaan. Garden City: Doubleday, 1969
Lembaga Alkitab Indonesia. Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1991
Lewis, Arthur H. Judges/Ruth. Chicago: Moody Press, 1979
Saparman. Kupasan Firman Allah: Kitab Rut. Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2003
Sumber gambar: http://www.www.bible-people.info 



[1] William F. Albright, Yahweh and the Gods of Canaan, (Garden City: Doubleday, 1969), 239-240
[2] Arthur H. Lewis, Judges/Ruth, (Chicago: Moody Press, 1979), 110-111
[3] Saparman, Kupasan Firman Allah: Kitab Rut, (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2003), 60

Baptisan untuk orang yang sudah mati

Posted by Unknown 00.30, under , | No comments



Sebulan belakangan ini saya berkesempatan untuk belajar Kitab Mormon dan belajar bahasa Inggris gratis dari dua orang elder (sebutan untuk misionaris dari Gereja Yesus Kristus; Orang-orang Suci Jaman Akhir).
Ketika saya belajar Kitab Mormon, dua elder pengajar saya mendorong saya untuk berdoa kepada Bapa untuk mencari jawaban mengenai kebenaran Kitab ini. Saya memang berdoa untuk sebuah jawaban dan inilah jawaban doa saya. Saya harap elder berdua bersedia membaca dan merenungkan sungguh-sungguh walaupun semua yang saya tulis sebenarnya sudah saya sampaikan secara langsung kepada elder berdua.
Saya menulis sedikit apa yang sudah diajarkan kepada saya mengenai Kitab Mormon dan mencoba memadankannya dengan ajaran Alkitab supaya kita bisa merenungkan bersama.

Saat saya untuk pertamakali dan membaca Kitab Mormon, maka hal pertama yang mucul di dalam pikiran saya bukan masalah doktrin tetapi adalah masalah sejarah: “Mengapa dalam pelajaran di sekolah mengenai sejarah dunia tidak pernah ada materi sejarah bangsa Laman, Yared dan Nefi di benua Amerika?”
Menurut Kitab Mormon, bangsa Laman, Yared dan Nefi yang adalah bangsa yang besar dengan kota-kota yang besar di benua Amerika, jadi sangat sulit dipahami bahwa sampai sekarang sedikitpun tidak ditemukan peninggalan fisik dari mereka.
Demikian juga Bahasa Ibrani yang dipakai oleh bangsa-bangsa ini juga tidak diwariskan kepada bangsa Indian, di mana kemudian mereka tinggal bersama. Sepertinya tidak pernah terjadi interaksi budaya Ibrani dengan budaya bangsa Indian.

Kemudian saya diberi tugas untuk membaca bagian-bagian lain dari kitab Mormon ditambah khotbah Penatua Ted R. Callister. Disamping itu masih ada lagi kitab-kitab lain dalam kitab Mormon salah satunya adalah kitab Ajaran dan Perjanjian (untuk selanjutnya saya sebut A&P).

Ada banyak ajaran gereja ini yang sudah cukup saya kenal sebelumnya, misalnya mengenai baptis selam, penyerahan anak, gereja yang memiliki standard moral tinggi, dan gereja yang berpusat pada keluarga. Oleh karena Alkitab juga mendukung ajaran ini, maka layaklah ajaran-ajaran tersebut diklaim sebagai fondasi Gereja Yesus Kristus: Orang-orang Suci Jaman Akhir.

Selain ajaran-ajaran tersebut di atas, ada juga ajaran-ajaran yang sama sekali belum pernah saya dengar sebelumnya. Gereja Yesus Kristus: Orang-orang Suci Jaman Akhir menyatakan bahwa gereja ini memiliki struktur organisasi gereja dan ajaran yang  paling tepat sesuai dengan kehendak Yesus Kristus (A&P 1:30). Sebagai blueprint (dasar Alkitabiah struktur organisasi dan ajaran gereja) dari Gereja ini, penatua Callister menggunakan Surat Paulus kepada jemaat di Efesus 2:20:

“dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus sebagai batu penjuru” (ITB Version)

“Having been built on the foundation of the apostles and prophets, Jesus Christ Himself being the chief cornerstone” (NKJ Version)

Saya menyertakan terjemahan New King James Version karena Gereja Yesus Kristus: Orang-orang Suci Jaman Akhir hanya mengakui Alkitab Versi Raja Yakubus tersebut, itupun dengan koreksi dan penambahan ayat versi Nabi Joseph Smith.

Berdasarkan ayat tersebut di atas, Gereja Yesus Kristus: Orang-orang Suci Jaman Akhir menggunakan kuorum 12 rasul dalam struktur organisasi gerejanya.

Tetapi Alkitab bersaksi bahwa jumlah rasul Kristus pada masa gereja mula-mula bukan 12 orang, karena selain 12 rasul Kristus yang telah dipilih ternyata ada 1 rasul lagi yang dipilih secara langsung juga oleh Yesus Kristus di tengah jalan dari Yerusalem menuju Damsyik setelah penyaliban dan kebangkitan-Nya (Kisah Para Rasul 9, Roma 1:1) dan rasul ini juga telah menulis dasar-dasar iman Kristen lebih banyak dari rasul-rasul lain.
Sekarang kita mendapatkan fakta Alkitab bahwa paling sedikit jumlah rasul ada 13 orang bukan?
Keduabelas rasul sesungguhnya memiliki tugas yang sedikit berbeda dengan rasul ke-13.
Tugas utama keduabelas rasul adalah menginjili dua belas suku Israel (Mat.4:19) dan menghakimi dua belas suku Israel nanti (Mat.19:28).
Sedangkan tugas utama rasul ke-13 adalah menginjili bangsa-bangsa selain Israel, Raja-raja termasuk Israel juga (KPR 9:15)
Yesus Kristus tidak bermaksud membentuk kourum 12 sebagai sebuah struktur organisasi gereja.

Mungkin kita bisa menggangap perbedaan jumlah rasul antara Alkitab dan gereja ini tidak penting, yang terpenting bahwa ajaran para Rasul lah yang menjadi fondasi gereja.
Karena sangat mungkin maksud Efesus 2:20 untuk membangun sebuah gereja yang sesuai dengan blueprint Alkitab adalah dengan mematuhi setiap ajaran para rasul dan nabi sebagai fondasi gereja Kristus. Baiklah sekarang kita mulai membicarakan ajaran yang lain dari Gereja Yesus Kristus: Orang-orang Suci Jaman Akhir.

Hal yang diajarkan oleh Gereja Yesus Kristus: Orang-orang Suci Jaman Akhir adalah salah satunya adalah pembaptisan bagi orang mati. Artinya ajaran ini mengajarkan orang hidup yang dibaptis bagi orang mati yang dahulu di masa hidupnya oleh karena sesuatu hal belum sempat dibaptis. Ajaran ini diambil dari salah satu Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus (1 Korintus 15: 29)

“Jika tidak demikian, apakah faedahnya perbuatan orang-orang yang dibaptis bagi orang mati? Kalau orang mati sama sekali tidak dibangkitkan, mengapa mereka mau dibaptis bagi orang-orang yang telah meninggal?” (ITB Version, huruf miring ditambahkan)

“ Otherwise, what will they do who are baptized for the dead, if the dead do not arise at all? Why then are they baptized for the dead?” (NKJ Version)

Jika kita baca secara teliti maka kita akan mendapatkan bahwa Surat tersebut dilatarbelakangi oleh ketidakpercayaan sebagian jemaat Korintus akan adanya  kebangkitan orang mati. Untuk meyakinkan Jemaat Korintus maka Paulus memberi contoh 2 sikap kebiasaan dari orang-orang yang percaya adanya kebangkitan orang mati. Yaitu kebiasaan orang lain dan kebiasaan Rasul Paulus sendiri.

Kebiasan orang-orang di Korintus saat itu ada yang membaptis orang hidup untuk mewakili orang yang sudah mati agar di hari kebangkitan nanti orang mati tersebut memiliki kesempatan untuk diselamatkan.
Agak aneh memang orang-orang Korintus ini, di satu sisi mereka tidak percaya adanya kebangkitan orang mati, di sisi lain mereka membaptis orang hidup mewakili orang mati untuk menyelamatkan orang yang mati tersebut pada hari kebangkitan nanti.
Rasul Paulus sendiri jelas tidak melakukan pembaptisan orang mati. Seandainya Rasul Paulus juga melakukan kebiasaan ini maka semestinya ayat tersebut akan berbunyi sebagai berikut:

“Jika tidak demikian, apakah faedahnya perbuatan kami yang dibaptis bagi orang mati? Kalau orang mati sama sekali tidak dibangkitkan, mengapa kami mau dibaptis bagi orang-orang yang telah meninggal?” (ITB Version, huruf miring ditambahkan)

“ Otherwise, what will we do who are baptized for the dead, if the dead do not arise at all? Why then are we baptized for the dead?” (NKJ Version)

Tetapi pada kenyataannya bunyi ayat tersebut tidak seperti itu tetapi seperti ini:

“Jika tidak demikian, apakah faedahnya perbuatan orang-orang yang dibaptis bagi orang mati? Kalau orang mati sama sekali tidak dibangkitkan, mengapa mereka mau dibaptis bagi orang-orang yang telah meninggal?” (ITB Version, huruf miring ditambahkan)

“ Otherwise, what will they do who are baptized for the dead, if the dead do not arise at all? Why then are they baptized for the dead?” (NKJ Version)

Jadi Rasul Paulus menulis ayat tersebut  menggunakan kata ganti subyek they (mereka) bukan we (kami). Sehingga Paulus sendiri tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang melakukan kebiasan membaptis orang hidup bagi orang yang sudah mati.
Sekarang kita tahu kebiasaan membaptis orang hidup untuk orang mati adalah kebiasaan sebagian orang-orang Korintus, bukan pengajaran Rasul Paulus.

Sedangkan ayat 30 hingga ayat 32 menjelaskan kebiasan Paulus dan rasul yang lain yang menunjukan bahwa mereka percaya akan adanya kebangkitan orang mati.

“Dan kami juga--mengapakah kami setiap saat membawa diri kami ke dalam bahaya? 
Saudara-saudara, tiap-tiap hari aku berhadapan dengan maut. Demi kebanggaanku akan kamu dalam Kristus Yesus, Tuhan kita, aku katakan, bahwa hal ini benar. 
Kalau hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan manusia saja aku telah berjuang melawan binatang buas di Efesus, apakah gunanya hal itu bagiku? Jika orang mati tidak dibangkitkan, maka "marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati". (ITB Version huruf miring ditambahkan)

“And why do we stand in jeopardy every hour? 
I affirm, by the boasting in you which I have in Christ Jesus our Lord, I die daily. 
If after the manner of men I  have fought with beasts at Ephesus, what advantage is it to me, if the dead do not rise? “Let us eat and drink; for to morrow we die.” (NKJ Version)

Jadi itulah sikap Rasul Paulus untuk menunjukan bahwa Rasul Paulus percaya akan adanya kebangkitan bagi orang mati, ia tidak khawatir terhadap kematian yang mengancamnya setiap hari oleh karena Yesus Kristus.

Jadi jika kita mempraktekan baptisan orang mati maka artinya kita sedang meneladani sebagian orang-orang Korintus membaptis orang hidup bagi orang mati dengan otoritas yang tidak jelas dari siapa. Bagaimana mungkin kita menjadikan ajaran orang yang bukan Rasul dan bukan juga Nabi sebagai fondasi gereja?

Gereja Yesus Kristus: Orang-orang Suci Jaman Akhir juga mengajarkan kekekalan pernikahan di sorga nanti. Penatua Callister, dalam khotbahnya pada kebaktian Church Educational System di Universitas Brigham Young 12 Januari 2014, menggunakan ayat Matius 18:18 sebagai dasar argumentasi tersebut. Namun sayang sekali Penatua Callister tidak terliti dalam membaca Matius 18:18 karena ayat tersebut tidak berbicara mengenai pernikahan. Tetapi ayat tersebut berbicara mengenai cara menolong saudara kita yang jatuh dalam dosa. Yaitu jika kita mengikat saudara kita dengan cara menasehati dan menegur saudara kita yang jatuh dalam dosa saat di bumi ini maka saudara kita tidak terlepas dari Kerajaan Sorga.
Sedangkan Matius 22:30 yang berbicara mengenai pernikahan setelah kematian justru tidak dipergunakan oleh Penatua Callister. Mungkin karena Matius 22:30 bertentangan dengan A&P. 132:19-20.
Yesus mengajarkan bahwa tidak ada pernikahan saat kehidupan kekal nanti. Karena kasih yang dimiliki setiap orang akan disempurnakan seperti kasih Allah (Matius 5:46-48), melampaui kasih seorang laki-laki terhadap seorang perempuan atau seorang suami terhadap isterinya saat ini. Jadi relasi yang kita miliki nanti lebih kuat, lebih murni dan lebih indah dari relasi suami-isteri seperti yang kita kenal sekarang ini.

Setiap jemaat Gereja Yesus Kristus: Orang-orang Suci Jaman Akhir juga diajarkan untuk hidup sehat sebagai buah gereja bagi Tuhan.
Dari sisi kesehatan ajaran ini jelas sangat baik. Tetapi apakah ajaran ini memiliki makna rohani? Maksudnya apakah jika kita tidak memiliki tubuh sehat maka kita tidak mendapat bagian dalam Kerajaan-Nya? Bagaimana dengan ajaran Paulus untuk mempersembahkan tubuh yang hidup, yang kudus sebagai senjata-senjata kebenaran? (Roma 12:1; Roma 6:13). Jelas ajaran Paulus memiliki makna utama yang rohani, artinya jika kita tidak mempersembahkan tubuh yang hidup, yang kudus sebagai senjata-senjata kebenaran maka kita tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.
Di dalam Matius 15:1-20 Yesus  mengkritik ajaran orang Farisi yang mengajarkan pembasuhan tangan sebelum makan. Ajaran ini memang bagus dari sisi kesehatan, namun ajaran ini adalah ajaran manusia yang diajarkan sebagai doktrin oleh orang Farisi dan Ahli Taurat. Yesus Kristus mengkoreksi bahwa ajaran ini tidak memiliki makna rohani apapun (Mat.15:20).

Ada banyak ajaran-ajaran Gereja Yesus Kristus; Orang-orang Suci Jaman Akhir  yang masih menjadi ganjalan bagi saya, misal: bahwa Bapa memiliki daging dan tulang, bukan semata roh saja, hal ini bertentangan dengan Yoh.4:24; 2 Kor.3:17, sehingga dari hubungan Allah Bapa dan Maria maka lahirlah Yesus Kristus. Hal ini bertentangan dengan Alkitab bahwa Maria mengandung oleh karena kuasa Roh Kudus. Mereka juga mengajarkan bahwa Yesus adalah Yahweh pada masa PL. Paling tidak semua itu dianggap kebenaran oleh Gereja Yesus Kristus:Orang-orang Suci Jaman Akhir.

Maka seandainya Alkitab adalah kebenaran Allah (Yoh.17:17) dan seandainya A&P adalah juga kebenaran Allah (A&P.19:26) maka bagaimana mungkin ada dua kebenaran yang bertentangan? Harus ada salah satu yang ‘mengalah’ bukan?

Lalu pertanyaan lain yang timbul adalah: “Apakah konsekuensi bagi orang yang melakukan ajaran manusia seakan-akan melakukan perintah Yesus Kristus namun di saat yang sama justru mengabaikan ajaran Yesus Kristus?” Apakah mereka kehilangan keselamatan mereka?
Matius 15:9 menjelaskan kepada kita hal itu sebagai berikut:

“Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." (ITB Version)

“And in vain they worship Me, teaching as doctrines the commandments of men.” (NKJ Version)

Jika mengajarkan perintah manusia sebagai doktrin maka konsekuensinya adalah ibadah kita sia-sia dihadapan Yesus Kristus. Ibadah kita dianggap tidak pernah ada. Dengan kata lain kita masuk dalam golongan orang-orang yang tidak pernah beribadah kepada Yesus Kristus. Orang-orang yang tidak beribadah kepada Yesus Kristus bagaimana mungkin memperoleh bagian dalam Kerajaan-Nya?



Sumber gambar: tillhecomes.org

Abram Menjadikan Sarai Sebagai Tumbal?

Posted by Unknown 00.06, under | 3 comments

ABRAM MENJADIKAN SARAI SEBAGAI TUMBAL
(Kejadian 12:10-20)



Abram dan Sarai menikah di Ur-Kasdim. Usia nikah seorang laki-laki pada masa itu ±30 tahun. Jadi jika umur Abram saat berada di Haran 75 tahun maka usia pernikahan Abram-Sarai  ±45 tahun, cukup lama ya..

Sarai ini sudah disebut mandul sejak mereka di Ur-Kasdim namun tidak ada usaha Abram untuk menceraikan Sarai atau mengambil isteri lagi meskipun ‘sepertinya’ Abram punya hak untuk melakukannya. Karena pada masa itu memiliki isteri lebih dari satu adalah hal yang biasa, dengan atau tanpa sebab apa pun. Apalagi jika ada sebab-sebab tertentu yang menjadikan laki-laki punya alasan untuk berpoligami, misalnya salah satu alasan laki-laki diperbolehkan oleh masyarakat untuk berpoligami adalah jika si isteri mandul seperti Sarai.
Namun Abram terus menjadikan Sarai satu-satunya istri sekalipun Abram tahu garis keturunannya bakalan terhenti jika ia tetap mempertahankan Sarai sebagai satu-satunya isteri. Barangkali inilah salah satu teladan bagi kita untuk mengasihi pasangan hidup kita apapun kekurangannya. Demikian juga Sarai taat dalam kasih kepada Abram sedemikian hingga ia menyebut Abram sebagai tuan-nya.

Abram ini juga mau mengambil alih tanggungjawab kakaknya yang telah meninggal untuk memelihara keponakannya, Lot. Abram mengasihi Lot sungguh-sungguh. Hal ini terbukti ketika Lot ditawan 5 raja dari timur (Kej.14), Abram dengan segera berperang bagi keselamatan Lot.
Keponakannya saja dikasihi dengan mengorbankan nyawa apalagi terhadap isteri, pasti cintanya jaauuu...hhh lebih besar.

Jujur, saya sering merasa diri sebagai laki-laki yang paling setia, paling baik, paling mengasihi isteri tetapi setelah membaca kisah Kejadian 12 saya jadi sadar diri..
*malu mode: ON* hehehe...

Sekarang keluarga yang saling mencintai ini menghadapi persoalan rumit. Mereka ada pada masa kelaparan yang melanda seluruh Kanaan dan sekitarnya. Penyebab pasti masa kelaparan ini tidak ditulis. Penyebab umum kelaparan biasanya karena hama atau kemarau yang terlampau panjang. Mengingat luasnya wilayah yang dilanda kelaparan bisa jadi penyebabnya adalah kemarau yang sangat panjang.
Diceritakan bahwa posisi mereka saat itu ada disebelah selatan gurun Negeb, artinya mereka berada ±200km dari Sungai Yordan disebelah Utara dan ±150 km dari Sungai Nil di sebelah Barat. Sedangkan disebelah Selatan adalah gunung Sinai dan sebelah Timur adalah Midian, dan gurun Arab, adalah daerah-daerah yang tidak memiliki sungai besar.
 Tetapi Sungai Yordan ada di Kanaan, yaitu daerah yang sedang dilanda kelaparan, artinya Sungai Yordan juga dilanda kekeringan. Sekarang satu-satunya harapan untuk bertahan hidup hanya-lah Sungai Nil.

Seperti diketahui, Sungai Nil merupakan daerah kekuasaan Firaun, negara adidaya pada masa itu. Raja yang kuat ini agaknya juga terkenal suka menghalakan segala cara untuk memuaskan hasratnya terhadap perempuan-perempuan cantik. Persoalan muncul karena Sarai, isteri Abram, adalah perempuan yang sangat cantik meskipun sudah berumur 65 tahun.

Ada persoalan lain lagi bagi kita pembaca Alkitab di masa ini karena tertulis umur Sarai 65 tahun dan disebut masih sangat cantik. Bagi kita umur 65 tahun bukannya sudah nenek-nenek? Masak umur segitu masih begitu cantik sampai-sampai raja sekaliber Firaun ngiler?

Sekali lagi ternyata kita harus membaca data Alkitab lebih hati-hati supaya kita bisa memahami dunia masa itu seperti yang dipaparkan penulisnya.
Satu hal yang kita ketahui dari Alkitab bahwa harapan hidup manusia saat itu masih panjang. Misalnya Nahor kakek Abram mencapai umur 148 tahun. Terah, ayah Abram umurnya mencapai 205 tahun, Abraham sendiri mencapai umur 175 tahun, Ishak bin Abraham mencapai umur 180 tahun, Ismael kakak tiri Ishak mencapai umur 137 tahun. Jadi dari kelima orang tersebut kita dapatkan rata-rata harapan hidup manusia Israel di jaman Abram adalah 170 tahun. Bandingkan dengan rata-rata harapan hidup orang Israel sekarang menurut Wikipedia yang (hanya) 80,96 tahun.
Jadi kondisi fisik Abram yang berumur 75 tahun masa itu jika dikonversi dengan umur manusia jaman sekarang kurang lebih menjadi 75/170 x 80,96  = 35,71765 tahun, kita bulatkan menjadi 36 tahun, sedangkan Sarai 65/170 x 80,96 = 30,95529 tahun, kita bulatkan menjadi 31 tahun. Belum tua-tua amat kan? Pantesan masih disebut cantik..

Perhitungan di atas bukan rumusan baku dari para scientist. Tetapi lebih hanya sebagai cara saya untuk mengatakan bahwa kita tidak bisa begitu saja membawa masa lalu ke dalam masa kini. Ada banyak jurang pemisah antara zaman kita dengan zaman Abram, hanya saja untuk merumuskan sebuah jembatan penghubung yang sempurna antara dua zaman ini saya tidak mampu, oleh karena itu saya memakai cara awam yang sangat sederhana untuk menolong saya memahami adanya perbedaan bahwa seseorang yang berumur 65 tahun di masa itu tidak bisa begitu saja dianggap sama dengan seseorang yang berumur 65 tahun di masa sekarang.

Ok, persoalan Sarai yang berumur 31, eh, 65 ding, tapi cantik saya anggap clear. Masih ada persoalan lagi bagi kita, atau pertanyaan besar mengapa Abram sampai hati menjadikan Sarai tumbal untuk cari selamat diri sendiri? Lagian ngapain juga Sarai nurut saja disuruh-suruh oleh Abram?

Ketika saya mencoba mengambil posisi Abram saat itu, saya merasa sulit sekali untuk mengambil sebuah keputusan. Dari berbagai sisi Abram sangat terjepit. Jika Abram mengambil keputusan untuk balik ke Kanaan maka yang akan ia temui adalah tidak adanya makanan dan air bagi ia dan seluruh orang-orang yang ada di dalam rombongannya. Tanpa air manusia hanya dapat bertahan hidup 2-5 hari saja. Sekalipun seandainya Abram masih memiliki persediaan air, maka dalam waktu 1-2 minggu apakah masih sisa? Sangat mungkin tidak sampai 1-2 minggu saja ia dan seluruh keluarganya akan tumpas di tanah Kanaan.
Sekarang pilihan untuk tetap bertahan hidup bagi ia dan keluarganya hanya dengan berjalan ke Barat yaitu ke Sungai Nil.

Di Mesir, Abram harus menentukan, sekali lagi, sebuah pilihan yang lebih sulit berkenaan dengan ancaman yang datang dari perilaku Firaun saat melihat perempuan cantik.
Sebagai seorang suami yang mencintai isterinya tentu saja ia tidak akan menyerahkan isterinya yang dicintainya kepada laki-laki lain untuk dijadikan pemuas nafsu. Kalau ia tetap mempertahankan Sarai maka akibatnya ia mati dibunuh Firaun dan Sarai tetap saja menjadi alat pemuas nafsu Firaun. Kalau ia mati maka tidak ada lagi harapan bagi Sarai yang dicintainya untuk keluar dari Mesir.
Tetapi jika ia hidup, walaupun harus dengan menyerahkan Sarai ke tangan Firaun, maka selalu akan ada pengharapan bagi Sarai untuk keluar dari cengkeraman Firaun.

Maka Abram dengan hati perih memutuskan untuk tetap hidup agar suatu saat nanti ia bisa membawa istrinya keluar dari tanah Mesir apapun keadaanya. Bukankah sudah ia buktikan bahwa ia mencintai isterinya dengan segala kekurangannya selama 45 tahun sejak dari Ur-Kasdim?
Sarai, sang isteri paham betul cinta suaminya yang kuat terhadap dirinya. Bagaimanapun ia telah lebih dari 45 tahun hidup bersama laki-laki tulus ini. Oleh karena itu ketika Abram memintanya untuk ‘pasrah’ diambil Firaun, Sarai mentaati permintaan suaminya ini.

Susah sekali bagi saya untuk tidak menitikkan air mata ketika mengetahui pengorbanan sang suami dan sang isteri yang sama-sama berat ini.  Dalam masalah yang berat ini mereka masing-masing memberi diri untuk menanggung beban persoalan secara bersama-sama.

Namun terpujilah TUHAN, Allah Yang Hidup, Allah Abram yang tidak pernah tinggal diam! IA menghardik Firaun dengan kerasnya sehingga Firaun ketakutan dan menyerahkan Sarai kembali kepada Abram saat itu juga.

Memang benar bahwa di dalam TUHAN segala persolan pasti memiliki Happy Ending! Karena bagi DIA, Abram – bapa orang percaya itu - dan kita anak-anak Abram di dalam iman, adalah biji mata-Nya, artinya jika mata kena debu yang paling kecil sekalipun akan membuat DIA yang memiliki mata akan merasa perih kesakitan. Nah, kalau Yang Maha Kuat sudah kesakitan, IA akan membela biji mata-Nya, siapakah yang akan tahan menerima hardikan-Nya?

Hari ini saya belajar tentang arti cinta, ketulusan dan pengorbanan dari Abram, Sarai dan tentu saja, dari TUHAN.